syDalam bulan-bulan terakhir perang saudara di Suriah, Presiden Bashar al-Assad setidaknya meraup dua kemenangan besar.

Kemenangan pertama Assad adalah kesepakatan penghapusan senjata kimia Suriah yang ditengahi Rusia.

Isu itu mau tak mau mengalihkan perhatian dunia dari kampanye serangan tanpa henti pada pemberontak dan memaksa Barat bekerja sama dengannya sebagai penguasa yang sah di negara itu.

Sedangkan kemenangan kedua pembelokan perang antara rezim dan oposisi menjadi perang teror Suriah melawan Islamic State of Iraq and al-Sham atau ISIS yang bercita-cita mendirikan negara Islam di Irak dan Suriah.

Perang saudara tak lagi menjadi soal politik tapi telah menjadi pertempuran melawan teroris, persis seperti yang dikatakan Menteri Luar Negeri Suriah Walid al-Muallem di Sidang Umum PBB.

James Traub pengamat dari Center on International Cooperation dengan alasan itu bahkan menuding ISIS telah menjadi sayap militer rahasia Damaskus.
“Ini kedengarannya seperti sebuah teori konspirasi yang terlalu mudah dimengerti, bahkan diplomat Barat yang saya ajak bicara menganggapnya masuk akal,” tulis Traub di foreignpolicy.com.

Traub merujuk pada pembebasan sejumlah jihadis dari penjara pada musim panas 2012. Mereka sebelumnya ditangkap karena ikut bertempur dengan Al-Qaeda di Irak dan membantu pembentukan ISIS.

Wartawan dan aktivis mencatat meski artileri Damaskus telah meratakan markas Tentara Pembebasan Suria atau FSA di Aleppo, kamp ISIS sampai sekarang tetap dibiarkan tak tersentuh. Dan hal serupa terjadi di kota Raqaa di wilayah timur Suriah.

Di kalangan para pemberontak populer di Suriah, ISIS dikeluhkan karena jarang terlibat pertempuran dengan militer Suriah namun kelompok tersebut kini menguasai dua kota perbatasan yakni Raqqa dan Azaz. Dua kota itu justru direbut ISIS dari FSA, bukan dari militer pemerintah.

Ditakuti
Namun, Aaron Zelin seorang analis Suriah yang cermat mengikuti perkembangan kelompok pemberontak menolak teori itu. Zelin mengatakan menganggap ISIS sebagai sayap rahasia Damaskus adalah khayalan.

Dia menyebut pertentangan antara ISIS dengan kelompok-kelompok pemberontak Suriah terjadi karena ide penerapan syariah Islam tanpa kompromi yang diusung kelompok itu.

Saat ini ISIS diperkirakan memiliki setidaknya hingga 8.000 penjuang di Suriah, sejumlah itu dianggap sangat kecil jika dibanding total jumlah pemberontak Suriah yang mencapai 100 ribu personel.

Namun dengan membawa ideologi dari abad pertengahan dan obsesi patologis menegakkan syariah Islam di kota-kota dan kota-kota yang sebelumnya dikenal sekular langsung membuatnya dianggap sebagai sumber teror.

ISIS pertama kali didirikan di Irak sebagai payung organisasi pemberontak tanggal 15 Oktober 2006 untuk melawan tentara AS. Kelompok ini didukung oleh berbagai kelompok termasuk organisasi pendahulunya, Dewan Syura Mujahidin , Al -Qaeda , al-Jeish Fatiheen , Jund al-Sahaba , Katbiyan Ansar Al-Tawhid wal Sunnah , Jeish al-Taiifa al-Mansoura dan beberapa kelompok lain. Tujuan itu mereka adalah membangun kekhalifahan Sunni di Irak.

Bersama dengan Arab Spring yang melanda Suriah, pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi bulan April 2013 mengumumkan dukungan mereka pada Jabhat al-Nusra atau yang lebih dikenal sebagai Front al-Nusra serta menggabungkan Suriah ke dalam perjuangan ISIS.

Pernyataan Baghdadi itu dibantah komandan al-Nusra, Abu Golani. Golani menyebut keputusan itu tak dikonsultasikan dengannya.

Melerai pertikaan Nusra dan ISIS, pemimpin tertinggi Al-Qaeda Ayman Al-Zawahiri lantas menunjuk seorang penengah untuk mengawasi mengawasi hubungan Nusra dan ISIS. Di bulan yang sama, Baghdadi merilis pesan audio yang menolak putusan Zawahiri ngotot menggabungkan Nusra dan ISIS.(*)